SEPAK TERJANG - Gaya kerja merupakan aspek penting dalam kehidupan kerja seseorang. Pekerja muda di era modern ini terbagi menjadi dua kubu gaya kerja yaitu Hustle Culture dan gaya kerja work life balance. Mari kita bahas fenomena ini berdasarkan data dan fakta pada tulisan ini.
Perkembangan yang serba cepat pada dunia kerja menuntut para pekerja utamanya generasi milenial dan z untuk bekerja lebih keras setiap harinya. Dorongan bekerja lebih keras dan lebih giat ini juga muncul dari pengaruh para tokoh publik terutama di bidang entrepenuer seperti Elon Musk yang menormalisasikan Hustle Culture.
Saat ini banyak para pekerja muda yang bangga jika mereka menerapkan Hustle Culture ini, mereka merasa puas jika bisa bekerja lebih keras dan lebih lama dari rekannya. Namun sayangnya, Hustle Culture memiliki dampak yang fatal secara mental dan fisik yang mana ketika dilakukan dalam jangka lama akan berakibat burn out.
Baca Juga: Mencapai Work-Life Balance Bagi Generasi Millenial
Hustle Culture sendiri adalah gaya hidup seseorang yang terus bekerja dan hanya beristirahat untuk waktu yang singkat. Menurut sebuah studi Deloitte, 77% orang mengalami kelelahan di tempat kerja, dan 42% meninggalkan pekerjaan karena merasa kelelahan. Ini adalah hasil dari tekanan mental dan emosional yang disebabkan oleh jam kerja yang panjang dan berusaha mengikuti ekspektasi yang tidak realistis yang ditetapkan oleh budaya yang terlalu keras.
Berdasarkan data survey yang didapatkan oleh Milieu Insight, pekerja di Singapura memiliki tingkat kesehatan mental yang lebih buruk dari pada Indonesia dan Filipina. Ditemukan juga alasan mengapa para pekerja muda di Singapura melakukan Hustle Culture yang mana disebabkan oleh :
- Keinginan untuk membangun kehidupan yang lebih baik untuk diri sendiri dan orang yang mereka cintai (58%),
- Mencapai rasa pencapaian (53%), dan
- Mendapatkan penghasilan lebih (50%)
Baca Juga: Peran Gaya Hidup Produktif terhadap Guilty Pleasure
Dr Oliver Suendermann, Direktur Klinis Intelek, mengomentari temuan tersebut: "Karyawan dapat mengaitkan harga diri dan identitas mereka dengan pencapaian profesional, yang selanjutnya menyebarkan pemuliaan workaholism."
Dampak negatif dari Hustle Culture perlu segera dihentikan dan digantikandengan gaya kerja work life balance Konsep work life balance muncul dikarenakan fenomena perkembangan teknologi dan globalisasi yang semakin pesat. Makna dari work life balance sendiri dapat dikatakan beragam karena dipengaruhi oleh budaya dalam suatu negara.
Di negara timur seperti Pakistan dan India misalnya, penggunaan jam kerja yang fleksibel sangat dibutuhkan wanita dalam menyeimbangkan perannya antara kehidupan pekerjaan dengan kelurga. Sedangkan di negara barat atau bila Asia seperti Jepang, fenomena work life balance menjadi perhatian yang fokusnya tidak hanya untuk wanita tetapi juga laki-laki.
Adapun faktor yang mempengaruhi seseorang dalam mempersepsikan work life balance itu sendiri adalah seberapa jauh work orientation, personality, energy, personal control and coping, gender, age, life and career.
Baca Juga: Notification Anxiety: Cemas Ketika Melihat Notifikasi saat Kondisi Overwork Pasca Pandemi Covid-19
Dalam isu utama work-life balance, terdapat perdebatan siapa yang bertanggung jawab dalam hal tersebut. Seorang pekerja memiliki tanggung jawab atas diri mereka, termasuk kesehatan fisik dan mental, plus kebahagiaannya. Namun dari pihak perusahaan juga memiliki tanggung jawab terhadap kesehatan karyawan dimana apabila pekerja mengalami stress atau burn out maka cenderung akan kurang produktif dan akibatnya kinerja menjadi kurang maksimal.
Berdasarkan survei Prudential pada Juni 2021, setengah dari pekerja Amerika Serikat mempertimbangkan untuk beralih pekerjaan ke mode work-life balance. Lauren Pasquarella Daley PhD, sebagai Wakil Presiden Women and the Future of Work, mengatakan ekspektasi orang tentang peran pekerjaan dan kehidupan harus berubah. Seorang pemimpin perlu mempertimbangkan untuk mengeksplorasi, mengubah, dan mengadaptasi elemen budaya perusahaan guna menciptakan tempat kerja yang lebih adil, fleksibel, dan inklusif saat ini dan di masa depan.
Artikel Terkait
6 Soft Skills Yang Dapat Kamu Pelajari Gratis di Internet Agar Mudah Dapat Pekerjaan!
Mencapai Work-Life Balance Bagi Generasi Millenial