DPR Sahkan Undang-undang Terbaru Meski Gugatan Terus Dilayangkan

- Kamis, 8 Desember 2022 | 16:10 WIB
Palu Sidang (Bayu Wardhana)
Palu Sidang (Bayu Wardhana)

Masyarakat di berbagai daerah di Indonesia menggugat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) atas pengesahan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) menjadi undang-undang dalam rapat paripurna di Gedung DPR RI, Selasa (6/12/22).

Terkait hal ini, anggota Komisi VIII DPR RI Fraksi PKS Iskan Qolba Lubis menyampaikan pihak nya mempertentangkan beberapa pasal yang dianggap sebagai pasal karet ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Sedikitnya terdapat 17 pasal dalam undang-undang terbaru ini yang dipermasalahkan, disoroti, serta diperdebatkan oleh berbagai pengamat hukum, altivis, masyarakat sipil, hingga media luar negeri.

Undang-undang terbaru yang disahkan dari KUHP ini akan berlaku sejak 2 tahun dari tanggal disahkan. Hal ini tertuang dalam pasal terakhir atau 632 yang berbunyi "Undang-undang ini mulai berlaku 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan.

Sehingga masyarakat diharapkan bisa mendapat pencerahan sebelum undang-undang yang baru benar-benar berlaku dan memiliki kekuatan hukum yang sah.

"Jaksa, hakim, polisi,advokat, pegiat HAM, kampus-kampus lagi agar tidak salah mengajar nanti... Harus ada dan kami harus menyusun dari sekarang sosialisasi terhadap stakeholders yang ada," terang Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly

BERISI 632 PASAL DAN 37 BAB

Undang-undang terbaru ini terdiri dari 632 pasal dan 37 bab yang memuat berbagai aturan kesusilaan, mengatur ranah privasi, hingga aturan dalam tatacara kritisi demokrasi.

Dalam sebagian besar konteks nampaknya aturan undang-undang ini tidak menjadi persoalan, namun ada pasal-pasal yang menjadi sorotan publik karena dianggap menciderai demokrasi dan bisa jadi multitafsir.

Diantara pasal-pasal tersebut ialah; pasal 408-410 mengenai aturan kontrasepsi, 411-413 yang mengatur hubungan layaknya suami istri namun di luar pernikahan sah, pasal 256 yang mengatur tata cara melakukan demonstrasi di ruang publik, pasal 217-240 yang memuat tentang penghinaan presiden dan/atau wakil presiden hingga pemerintah atau lembaga negara, hingga pasal 300 yang mengatur tentang tindakan represif dalam kehidupan beragama.

Editor: Bayu Wardhana

Sumber: Berbagai sumber

Tags

Terkini

Terpopuler

X